Tanggal 7 September lalu tim kami kedatangan client. Client kami kebetulan dari Sidney, Australia. Pastinya memakai bahasa Inggris dong komunikasinya. Yang biasanya kami komunikasi hanya lewat email ataupun skype, skarang harus ngomong langsung.
Boss kami di sini berpesan sebelum kedatangan client kita harus “sharpen our english” (sharpen? emangnya pedang, begitu komentar teman saya).
Walaupun client datang hari jum’at malam, tetapi kami bertemu hari senin, 10 September. Kegiatan dari client dikantor saya sudah terjadwal, yaitu testing, testing, testing and eating. Setiap hari 2 kali meeting, pagi dan sore. Setiap meeting biasanya membahas bugs dari aplikasi yang kami kerjakan diselingi cerita-cerita dari client (seringkali ngelantur kesana-kemari).
Hari senin, lunch di Black Canyon Cafe (di Discovery Shopping Mall), sayang saya tidak bisa ikutan karena ada hal yang harus dikerjain. Dinner bareng sama boss-boss kantor diadakan di Jimbaran, kita makan ikan, lobster, kerang, dll. Tetapi ternyata satu teman saya tidak bisa makan ikan, jadinya dia pesan sate ayam :)). Ketika sedang dinner, PM saya dapet sms dari seseorang, katanya di Bengkulu ada gempa 7.9 skala richter (waktu itu sekitar jam 19.00 WITA). Kita(tim) dikasih tau sama dia, tetapi boss-boss & client tidak dikasih tau. Selesai makan, client dapet telepon(dari Aussie) kalau ada gempa dan potensi tsunami, terus dia disuruh cepat2 keluar dari pantai. Kita sih santai-santai saja, khan emang udah mau pulang :D. Cuma memang selama makan saya lihat air laut naiknya agak cepet, ga sampai satu jam sudah deket banget sama meja kita.
Ada pengalaman unik yang saya dapat dari client, yaitu dia membawa kertas seukuran 2x kartu nama, isinya kata-kata yang sering dipakai untuk bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Dia bisa mengucapkan “Tidak apa-apa”, dan “Selamat Pagi” tanpa melihat contekan lagi. Dan juga dia tau sedikit bahasa Bali “sing kengken”, “sing lapis” (bener ga ya tulisannya? Saya khan ga ngerti). Sebenarnya sih hal itu tidak begitu perlu kalau di Bali, karena disini hampir semua orang bisa bahasa Inggris.
Pengalaman lain adalah ketika kami (kebetulan tim kami muslim semua) meeting dengan client ketika sudah masuk ramadhan. Selama meeting rasanya berat banget meeting sore hari(jam 4.00 wita), mata ini sudah tidak bisa melek, otak sudah tidak bisa mencerna apa yang dikatakan client. Gimana lagi ya, perut udah lapar, ngomong pake bahasa inggris, sore-sore lagi.
Mungkin itu saja sih pengalaman saya kedatangan client dari Australia, katanya dia akan kesini lagi suatu saat :). Mudah2an saja suatu saat kondisinya dibalik, kita yang kesana 😀
mungkin yg dimaksud “sing ngelah pis”
artinya “tidak punya uang” 🙂
Thx, saya ga ngerti blas. Lha wong disini ngomongnya kalo enggak bahasa Indonesia, ya boso Jowo, kadang2 juga English.